Siapa yang menyangka, dibalik semarak kafe dan co-working space kekinian di Tebet, tersimpan kisah mengejutkan tentang masa lalunya yang jauh dari kata “modern”.
Nama kawasan Tebet yang kini ramai dan padat, mengandung kisah menarik mengenai asal-usulnya? Dari berbagai sumber dan penelusuran, nama Tebet diperkirakan berakar dari kata tabet dalam Bahasa Sunda, yang berarti rawa.
Memang di masa lalu, terutama di musim hujan, wilayah Tebet kerap menjadi rawa. Gejala tersebut bahkan masih muncul pada sekitar tahun 1950an. Namun, seiring dengan perpindahan penduduk dari Senayan, suasana di Tebet pun berubah drastis. Rawa-rawa itu berganti menjadi permukiman yang kini kita kenal.
Tebet: Dari Tebat, Empang, hingga Kolam
Dalam kamus Bahasa Betawi, kata tebet,
diartikan sebagai tebat atau empang. Perubahan bunyi dari ta menjadi te
di awal kata memang sering terjadi dalam Bahasa Betawi, seperti contoh tarawe
menjadi terawe.
Bukan cuma itu, dalam bahasa Melayu, kita juga menemukan kata tebat yang berarti kolam yang terbentuk dari pembendungan sungai. Di Indonesia, tebat memiliki dua makna, yakni pertama, tanggul untuk membendung air atau empang; dan kedua, tempat di sungai atau rawa yang dibendung untuk memelihara ikan, alias kolam.
Persamaan makna ini pun dapat ditemukan dalam bahasa
daerah lain. Di Sunda, tebat mirip dengan balong, kulah atau empang.
Sementara itu, di Jawa, kita mengenal balumbang atau belumbang yang
juga berarti kolam atau Sungai.
Melihat jejak-jejak kata ini di berbagai kamus, kemungkinan besar nama Tebet berasal dari bahasa Melayu. Perubahan bunyi dari vokal a menjadi e pada suku kata kedua bisa jadi disebabkan oleh pelafalan cepat.
Jejak Tebet dalam Peta Kuno
Tebet, Kawasan yang kini kita kenal, ternyata punya sejarah
panjang yang tertulis jelas di peta-peta kuno. Bukan sekadar nama baru,
penelusuran menunjukkan bahwa nama Tebet sudah eksis dan tercatat rapi dalam
peta sejak abad ke-19. Hal demikian menguatkan dugaan bahwa wilayah ini memang
sudah dikenal sejak lama.
Pada peta tahun 1883 menunjukkan Tebet berada di utara Karet dan di barat Meester Cornelis (Jatinegara). Bukti lainnya adalah peta Batavia en Omstreken tahun 1897 yang diterbitkan oleh Topografische Dienst in Nederlandsche Indie, menandai wilayah Tebet di bagian Selatan Bukit Duri, di Tenggara Manggarai dan di barat laut Malajoe (Kampung Melayu).
![]() |
Penamaan Daerah Tebet dalam Peta Batavia en Omstreken Tahun 1897 |
Toponim ini juga terus muncul di peta-peta pertengahan
abad ke-20, seperti pada tahun 1930, 1942, dan 1959. Ini menunjukkan bahwa
Tebet telah lama menjadi bagian dari lanskap Jakarta, bahkan sebelum menjadi
Kawasan padat seperti sekarang.
Permukiman Baru
Pada tahun 1960an, Tebet yang kita kenal sekarang
mulai menggeliat. Bukan sekadar obyek pembangunan biasa, wilayah ini melesat
dengan cepat menjelma sebagai permukiman baru yang menjadi saksi bisu dalam
salah satu babak sejarah Jakarta. Lebih Istimewa lagi, sebagian besar penghuni
Tebet bukanlah warga asli di sana. Mereka adalah penduduk yang direlokasi secara
besar-besaran dari daerah Senayan. Sebuah wilayah yang saat itu sedang
dibongkar habis-habisan.
Alasan di balik pemindahan tempat massal tersebut sangatlah monumental. Jakarta sedang menyiapkan diri sebagai tuan rumah pesta Asian Games IV tahun 1962. Untuk menyukseskan pesta olahraga terbesar di Asia itu, dibutuhkan sebuah kompleks olahraga modern yang megah. Dan kampung Senayan terpilih sebagai lokasinya. Otomatis, rumah-rumah warga harus digusur demi pembangunan sarana kelas dunia.
Sejak pertengahan tahun 1960an, Tebet telah menjelma menjadi permukiman baru. Ada 3173 buah rumah yang berdiri disana, dan dimiliki oleh 2997 orang.
Bukan cuma rumah, Tebet juga dirancang lengkap dengan segala fasilitas yang dibutuhkan warga pindahan tersebut. Ada masjid untuk beribadah, pasar tempat jual beli kebutuhan sehari-hari, dan taman yang asri.
![]() |
Suasana Jalan dan Permukiman di Tebet Kini |
Di sinilah peran Tebet muncul, menawarkan lahan permukiman
baru bagi ribuan warga yang kehilangan tempat tinggal mereka. Dari sanalah,
Tebet mulai bertransformasi, dari sekadar hamparan tanah kosong menjadi
permukiman baru.
Jadi, lain kali jika Anda melintasi Kawasan Tebet,
ingatlah bahwa nama itu membawa sejarah panjang tentang transformasi sebuah
rawa menjadi salah satu daerah yang paling dinamis di Jakarta.
Komentar
Posting Komentar