MENYUSURI JEJAK PONDOK PINANG: Dari Pohon Pinang hingga Perajin Furnitur Tersohor
Jika Pondok Pinang bisa berbicara, ia pasti akan menuturkan kisah-kisah tak disangka: dari mana nama "Pinang" persisnya berasal, hingga bagaimana sebuah industri furnitur yang kesohor bisa muncul dari geliat aktivitas sederhana masyarakatnya di masa lampau.
Siapa yang menyangka. Di balik riuh rendahnya kendaraan bermotor dan kondisi zaman kekinian di Pondok Pinang - salah satu kelurahan di Jakarta Selatan hari ini, tersimpan segudang kisah masa lampau. Yang boleh jadi, tak banyak warga Jakarta tahu. Kawasan yang sekarang penuh sesak dengan bangunan usaha dan perumahan ini, dulunya adalah sentra perajin furnitur yang kesohor seantero Jakarta yang tempo doeloe disebut Batavia. Kini, jejak-jejak kejayaannya hanya bisa kita telusuri dari sisa-sisanya yang masih bertahan.
Asal-Usul Nama "Pondok
Pinang": Antara Buah dan Kemenangan
Nama Pondok Pinang itu
sendiri menyimpan cerita yang unik. Ada dua versi yang beredar, keduanya
sama-sama memikat.
Versi pertama menyebutkan
nama ini berasal dari sebuah pondok yang dikelilingi pohon pinang di masa lalu.
Konon, di masa lalu jalanan yang menghubungkan kota Batavia dengan daerah
pedalaman (Ommelanden) rusak parah. Para pedagang pengepul buah pinang
terpaksa menghentikan perjalanan mereka di sebuah titik tempat untuk
beristirahat. Pondok atau tempat peristirahatan inilah yang kemudian dikenal
sebagai Pondok Pinang, tempat mereka menyimpan hasil mengepul pinang yang
melimpah ruah.
Namun, ada juga versi lain
yang tak kalah menarik. Kata "Pinang" di sini, konon, bukanlah
merujuk pada pohon, akan tetapi merupakan perubahan sebutan dari kata
"menang". Ceritanya, dahulu kala, daerah Pondok yang masih berupa
hutan belantara ini dihantui perampok. Hingga suatu ketika, seorang perantau
sakti dari Demak bernama Raden Pandoman Mas Parnyoto berhasil mengalahkan
gerombolan perampok tersebut. Dari sinilah kata "Pinang" (yang
berarti menang) melekat pada nama Pondok.
Pondok Pinang dalam Catatan
Sejarah Awal Abad Ke-20
Nama Pondok Pinang telah tercatat
dalam sejarah sejak awal abad ke-20. Salah satunya bisa ditelusuri melalui
sebuah buku laporan "Lijst van Plaatsnamen in Nederlandsch-Indie
1911". Data tertulis itu menyebutkan lokasi Pondok Pinang di barat
daya Weltevreden (sekitar Gambir zaman kolonial), hanya sekitar 3 kilometer
dari Stasiun Kebayoran.
Bahkan, jauh sebelum itu,
iklan penjualan tanah di koran Bataviaasch Handelsblad tahun 1881 sudah
menampilkan Pondok Pinang sebagai area yang diminati. Berikut adalah petikan
iklannya:
“Op een
nader te bepalen dag zal de ondergeteekende op publieke Vendutie in het Vendu
Locaal van het Vendu Departement verkoopen: Het Land Pondok Pinang, zijnde een
Tuin- en Zaailand, bebouwd met een Planken Huis met Pannen Gedekte Bijgebouwen
en Bamboezen Omwanding, Stalling, Houten Stijlen enz. Het land is groot 40
bouws. Beplant met klapperboomen, andere vruchtboomen en paddie en is getaxeerd
bij de verponding op f4000” (Pada hari yang akan ditentukan,
yang bertanda tangan di bawah ini akan menjual: Tanah Pondok Pinang Kebun dan
bibit tanaman, bangunan rumah kayu yang dilapisi genteng serta berdinding
bambu, gudang penyimpanan, kayu-kayu yang berukir dan sebagainya. Luas tanah 40
bouw. Ditanami dengan pohon-pohon kelapa, pohon buah-buahan serta padi dan
semuanya ini dihargai f 4000.)
Lahirnya Industri atau
Perajin Furnitur Legendaris dari Sebuah "Perjalanan Sederhana"
Pernahkah Anda membayangkan
bagaimana sebuah industri yang terkenal bisa muncul dari sebuah perjalanan
sederhana? Kisah pengrajin furnitur Pondok Pinang adalah bukti nyata, sebuah
warisan yang tak hanya turun-temurun, tetapi juga sarat dengan semangat juang
dan adaptasi.
Mayoritas pengrajin di
Pondok Pinang memang tumbuh besar di tengah riuhnya suara pahat dan gergaji.
Profesi ini seolah "tertulis" dalam takdir mereka. Namun, ada cerita
yang lebih memikat tentang asal-usulnya. Konon, dahulu kala, seorang warga Pondok
Pinang merantau ke Batavia. Saat memindahkan tempat tidur kayu buatannya, benda
itu menarik perhatian banyak orang. Terinspirasi, para pengangkutnya membuat
replika dan menjualnya. Tak disangka, laku keras! Pesanan pun membanjir. Kisah
inilah yang dipercaya sebagai cikal bakal industri atau perajin furnitur Pondok
Pinang yang kita kenal sekarang.
Merantau Demi Kebutuhan:
Kisah Perajin Pondok Pinang di Tanah Seberang
Fenomena menarik lainnya
adalah para perajin Pondok Pinang yang memilih merantau ke Djokja (Yogyakarta).
Biasanya mereka pindah karena desakan ekonomi, mencari penghasilan yang lebih
baik. Banyak kisah dari para pengrajin furnitur tersebut dari yang sukses
dengan stok kayu jati melimpah, hingga yang betah bertahun-tahun di sana karena
biaya hidup yang lebih murah. Kisah-kisah ini menegaskan bahwa kebutuhan adalah
pendorong utama migrasi para perajin, dan mereka mengandalkan solidaritas
sesama perantau untuk bertahan dan sukses.
Pada masanya dahulu, industri
furnitur Pondok Pinang berkembang pesat, menyebar luas tak hanya di Pulau Jawa,
bahkan hingga ke Medan, Padang, Palembang, dan Makassar. Dalam buku De
Inheemsche Meubelnijverheid in Pondok Pinang tahun 1940, menyebutkan data
resmi pada Oktober tahun 1930 mencatat ratusan perajin Pondok Pinang tersebar
di berbagai kota. Hal demikian menjadi semacam bukti semangat
"petualangan" yang luar biasa dari mereka.
Di Batavia, pusat perajin
furnitur Pondok Pinang berada di Kebon Kacang, Tanah Abang. Walaupun pada umumnya
membuat furnitur dengan model sederhana, ada juga yang mampu menghasilkan
produk berkualitas tinggi. Contohnya adalah, adanya pengrajin funitur dari
Pondok Pinang ini pernah mendapat pesanan 4.600 kursi dari Prinsenpark senilai
Rp 9.000,00! Ini menunjukkan kapasitas produksi mereka yang signifikan.
![]() |
Perajin Furnitur di Daerah Pondok Pinang yang Masih Tersisa (Foto: Dok. Pribadi) |
Kini, cerita-cerita tentang
kejayaan perajin furnitur di Pondok Pinang tersebut tinggal kenangan. Terekam
lewat sisa-sisanya yang masih ada di jalan wilayah Pondok Pinang, menjadi
pengingat akan masa lalu yang penuh inspirasi.
Komentar
Posting Komentar