Berjalan tersendat diantara sedan-sedan licin mengkilat
Dengan warna
pucat
Dan badan penuh
cacat sedikit berkarat
Hai oplet tua
dengan bapak supir tua
Cari penumpang
dipinggiran ibu kota
Sainganmu
mikrolet bajaj dan bis kota
Kini kau
tersingkirkan oleh mereka
Bagai kutu
jalanan
Ditengah tengah
kota metropolitan
Cari muatan untuk
nguber setoran
Sisanya buat
makan
Hai oplet tua
dengan bapak supir tua
Cari penumpang
dipinggiran ibu kota
Sainganmu
mikrolet bajaj dan bis kota
Kini kau
tersingkirkan oleh mereka
Berjalan zig zag
ngebut
Ga perduli walau
mobil sudah butut
Suara bising
ribut
Yang keluar dari
knalpot mu bagai kentut
Hai oplet tua
dengan bapak supir tua
Cari penumpang
dipinggiran ibu kota
Sainganmu
mikrolet bajaj dan bis kota
Kini kau
tersingkirkan oleh mereka
Oh bapak tua
Pemilik oplet tua
Tunggu nanti di
tahun dua ribu satu
Mungkin mobilmu
jadi barang
Antik yang
harganya selangit
Oh bapak tua
Pemilik oplet tua
Tunggu nanti di
tahun dua ribu satu
Mungkin mobilmu
jadi barang
Antik yang
harganya selangit
Oh bapak tua
Pemilik oplet tua
Tunggu nanti di
tahun dua ribu satu
Mungkin mobilmu
jadi barang
Antik yang
harganya selangit
Oh bapak tua
Pemilik oplet tua
Tunggu nanti di
tahun dua ribu satu
Mungkin mobilmu
jadi barang
Antik yang harganya selangit
Lirik lagu berjudul “Barang Antik” dari Iwan
Fals tahun 1984 itu terasa begitu relevan di masa kini. Lebih dari empat dekade
berlalu, cerita tentang oplet yang dulu meramaikan jalanan Jakarta itu
benar-benar menjadi kenyataan. Armada transportasi umum yang ikonik tersebut kini telah
sirna, tergerus oleh derasnya arus zaman dan modernisasi.
Si Kotak Berjalan Legendaris: Mengenang Oplet
Sebelum Transjakarta dan MRT hilir mudik di jalanan
Ibu Kota, ada satu ikon transportasi umum yang setia menemani warga Jakarta: si
'kotak berjalan' yang melegenda, sang oplet.
Sejenak kita berkilas balik kembali ke tahun 1932.
Saat itu, jalanan dipenuhi mobil-mobil yang boleh jadi terlihat kaku di mata orang-orang
di masa sekarang ini. Nah, di tengah arena otomotif yang sedang berkembang
pesat saat itu, produsen kendaraan bermerk Opel membuat suatu terobosan besar.
Mereka meluncurkan sebuah mobil yang benar-benar istimewa: Opelette.
Bukan mobil yang asal-asalan, Opelette dirancang
dengan kapasitas 7 penumpang, sebuah fitur yang kala itu terbilang maju pada
zamannya.
Opelette langsung mencuri perhatian berkat
desainnya yang lapang dan kepraktisannya yang luar biasa. Mobil ini bukan hanya
sekadar kendaraan, tapi juga menetapkan standar baru dalam industri otomotif.
Kehadiran Opelette ini membuka jalan bagi Opel untuk semakin kokoh
menempatkan diri sebagai produsen terkemuka di pasar otomotif dunia.
![]() |
Iklan Mobil Opelette Tahun 1932 (Bataviaasch Nieuwsblad) |
Dengan menggandeng perusahaan Lindeteves-Stokvis,
Opelette sukses didistribusikan dan dipromosikan secara masif. Ini
membuka jalan bagi kehadirannya di tengah masyarakat dan mencetak kesuksesan
besar di pasaran.
Dari "Opelette" Menjadi
"Oplet"
Siapa sangka, nama Opelette yang unik itu
ternyata punya cerita di baliknya. Sebutan Opelette yang memiliki arti "Opel
kecil" ini bukanlah nama resmi dari pabrikan. Akan tetapi merupakan
istilah yang diberikan oleh Van Buren, salah seorang pegawai General Motors
Hindia Belanda. Jadi, bisa dibilang ini adalah sentuhan personal yang kemudian
menjadi bagian dari sejarah perkembangan industri otomotif. Hal demikian
menjadi sesuatu yang menarik, bagaimana satu individu bisa ikut membentuk
identitas sebuah model mobil.
Dulu, di jalanan yang sibuk, masyarakat punya sebutan
unik untuk setiap angkutan umum yang melintas. Apa pun merk mobilnya mereka
menyebutnya sebagai "opelette". Seiring berjalannya waktu,
istilah ini bergeser, berevolusi, dan pada akhirnya menjadi kata yang akrab di
telinga kita hingga kini: "oplet".
![]() |
Kendaraan Angkutan Umum Oplet di Museum Transportasi, Taman Mini Indonesia Indah (Dok. Pribadi) |
Mengenang kembali oplet seolah mengajak kita
bernostalgia dengan keramaian jalanan Jakarta tempo doeloe. Apakah Anda
punya kenangan menarik dengan oplet?
Komentar
Posting Komentar