SEPOTONG MENTENG DI SELATAN JAKARTA
Jika anda kebetulan melintas di Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan. Di sekitar bagian belakang gedung markas Polisi Militer Guntur terdapat sebuah taman. Taman Tangkuban Perahu namanya.
Hawa udara yang nyaman oleh rimbunnya pepohonan berdaun rindang segera terasa. Berbentuk melingkar dengan luas lebih dari lima ratus meter persegi. Beberapa bangunan berarsitektur jadul menambah unik suasana di sekitar taman ini.
Taman Tangkuban Perahu dahulu disebut dengan Tangkoeban Prahoe Plein. Sebenarnya merupakan salah satu prasarana dari satu daerah yang di masa lalu dikenal dengan Nieuw Menteng. Suatu daerah yang merupakan perluasan dari kawasan Menteng Gondangdia yang telah lebih dahulu dibangun.
Taman Tangkuban Perahu, Guntur, Jakarta Selatan |
Sudah sejak awal tahun 1900an, kota Batavia menanggung persoalan pemukiman dan perumahan. Bermula dari kebutuhan akan pemukiman di Batavia yang semakin meningkat. Adapun lahan yang tersedia semakin menyempit. Sementara, daerah Weltevreden yang kala itu menjadi lokasi incaran untuk bermukim, menjadi kian mahal harga tanah dan bangunannya.
Menyikapi masalah yang demikian pemerintah kota Batavia pada tahun 1905 membentuk Dewan Kota, yang salah satu tugasnya menyusun rencana perluasan pemukiman. Lahan bekas tanah partikelir yakni Menteng dan Gondangdia dibeli pemerintah kota untuk merealisasikan rencana tersebut.
Melalui perusahaan pengembang yakni Bouwmaatschappij N.V de Bouwploeg serta melibatkan seorang arsitek P.A.J Moojen, kawasan Menteng Gondangdia dibangun. Dalam rencana pembangunan kawasan di Menteng dan Gondangdia ini akan diwujudkan suatu pemukiman yang teratur dan nyaman dihuni. Serta pemanfaatan lahan yang berdaya guna. Bangunan-bangunan rumah didirikan dengan gaya aritektur mirip dengan yang ada di Weltevreden. Dan pastinya untuk kalangan berduit.
****
Sebagai pemukiman yang dibangun dengan fasilitas modern serta lingkungan yang nyaman, kawasan Menteng banyak diminati oleh masyarakat. Selanjutnya menimbulkan persoalan terbatasnya lahan di Menteng.
Menindaklanjuti soal itu, maka pada tahun 1934 dilakukan perluasan kawasan pemukiman Menteng. Daerah yang disasar untuk perluasan, yang kemudian disebut Nieuw Menteng itu terletak di sebelah selatan seberang Banjir Kanal.
Foto Udara Nieuw Menteng 1937 (Batavia als Handels Industrie en Woonstad) |
Dengan bantuan seorang arsitek F.J. Kubatz, daerah Nieuw Menteng dibangun. Pada pembangunan fisik kawasan ini telah dibuat suatu jalan utama yaitu J.P Coen weg yang kini menjadi Jalan Sultan Agung. Selain itu terbangun juga satu taman Tangkoeban Prahoe Plein atau Taman Tangkuban Perahu.
Taman inilah yang menjadi titik pusat atau poros dari jaringan jalan yang ada di Nieuw Menteng. Tangkoeban Prahoe Plein itu menjadi semacam titik pertemuan beberapa jalan yang ada di dalam pemukiman Nieuw Menteng. Seperti misalnya Oengaran weg, Merbabu weg, Merapi weg, Moeria weg, Wilis weg, dan Slamet weg.
Adapun rumah-rumah yang dibuat di daerah Nieuw Menteng ini rata-rata berukuran kecil, dibangun diatas lahan antara 100 hingga 300 meter persegi. Kebanyakan rumah tersebut berarsitektur gaya indis.
****
Dalam perkembangan lebih lanjut daerah perluasan yang disebut Nieuw Menteng bukanlah bagian dari kawasan Menteng yang berada di Jakarta Pusat. Nieuw Menteng kini secara administratif masuk ke dalam wilayah Jakarta Selatan. Tepatnya Kelurahan Guntur, Kecamatan Setiabudi.
Hal demikian berdasarkan pada Surat Keputusan Gubernur yang dikeluarkan tahun 1975. Surat Keputusan Gubernur No.D.IV-6097/d/33/1975 tersebut berisikan tentang batas-batas wilayah daerah Menteng.
Dalam surat keputusan itu yang dianggap sebagai wilayah Menteng adalah sebelah timur dibatasi Jalan Cikini Raya, sebelah utara Jalan K.H Wahid Hasyim, sebelah barat Jalan M.H Thamrin, dan sebelah selatan Jalan Latuharhary.
Komentar
Posting Komentar