TINGGALAN PRASEJARAH DI DAS CILIWUNG



Sungai Ciliwung yang berhulu di Gunung Pangrango mengalir ke Puncak, Ciawi dan membelok ke arah utara melalui wilayah Bogor, Depok serta Jakarta dan bermuara di Teluk Jakarta. Sungai yang mengalir dan membelah Jakarta ini mempunyai panjang sekitar 120 kilometer, dengan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) lebih kurang 387 kilometer persegi. Di daerah Manggarai, Jakarta Selatan, sungai ini bercabang menjadi dua, yang satu melalui sepanjang Gunung Sahari, serta lainnya melalui daerah Tanah Abang.

Sungai Ciliwung Tempo Doeloe

Bogor, Depok dan Jakarta yang dilalui sungai Ciliwung, kini telah berwujud sebagai wilayah pemukiman yang padat dengan aktivitas sosial ekonomi yang seakan tak pernah mati. Dari siang hingga malam. Hampir semua orang mungkin tak pernah mengira bahwa di wilayah yang dialiri Ciliwung, sudah ada kegiatan atau aktivitas kehidupan sosial ekonomi manusia semenjak ribuan tahun yang lalu. Bukti tentang kehidupan manusia masa lalu itu, adalah dengan diketemukannya tingggalan benda-benda arkeologis.

DAS Ciliwung di Pejaten, Jakarta Selatan
Penelitian tentang peninggalan masa lalu, sejak zaman Belanda hingga sekarang telah diketahui terdapat 13 lokasi atau situs manusia prasejarah di Daerah Aliran Sungai Ciliwung. Lokasi atau situs-situs tersebut ada di Duren Tiga, Pengadegan, Kampung Kramat, Rawa Kodok, Pejaten, Condet, Tanjung Barat, Poncol Gedong, Gedong Tanjung Timur, Srengseng Sawah, Tugu Kulon, Kelapa Dua serta Pondok Cina.

Pada umumnya, situs-situs di sepanjang DAS Ciliwung terletak di kelokan sungai atau di dekat aliran sungai yang berpenampang huruf U. Hal demikian tampaknya merupakan adaptasi manusia terhadap lingkungan kala itu, dimana lokasi tersebut banyak terjadi pengendapan material dan mineral sebagai sumberdaya bahan untuk pembuatan barang-barang kebutuhan. 

Dari lokasi atau situs-situs prasejarah yang terdapat di DAS Ciliwung, telah diketemukan artefak berupa beliung persegi, batu serpih, manik-manik, batu asahan, fragmen logam, terak besi, gerabah dan lainnya. Artefak atau benda-benda penemuan tersebut, kini sebagian dapat dilihat di Museum Sejarah Jakarta.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap benda-benda tinggalan arkeologis di sekitar DAS Ciliwung itu, diperkirakan dari masa bercocok tanam dan masa perundagian. Masa bercocok tanam merupakan suatu masa ketika manusia telah mengenal hidup menetap, melakukan aktivitas bercocok tanam, beternak, membuat gerabah serta peralatan batu yang halus karena diasah atau diupam. Masa bercocok tanam di DAS Ciliwung ini diperkirakan terjadi sekitar 2000 SM hingga 1000 SM. Kelanjutan dari masa bercocok tanam yakni masa perundagian sekitar 1000 SM – 500 SM, dimana manusia telah mampu membuat alat-alat dari logam. 

Gerabah di Museum Sejarah Jakarta (Foto Koleksi Pribadi)
Beliung Persegi dan Alat Serpih di Museum Sejarah Jakarta
(Foto Koleksi Pribadi)
Kapak Besi dan Manik-manik di Museum Sejarah Jakarta
(Foto Koleksi Pribadi)

Muncul dan berkembangnya kehidupan manusia di masa lampau tidak terlepas dari adanya sungai yang menunjang aktivitas sosial ekonomi. Selain karena berfungsi sebagai sarana transportasi, sungai juga menyediakan sumberdaya yang dapat diolah untuk kegiatan produksi. Itulah sebabnya, lokasi atau situs-situs prasejarah di Jakarta ini, terletak tidak jauh dari daerah aliran sungai. 

Kini keadaan telah banyak berubah, fungsi sungai sebagian besar hilang. Sungai, terutama yang mengalir di kota besar seperti Jakarta menjelma menjadi kumpulan bangunan beton dan pemukiman kumuh tak beraturan.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer