Langsung ke konten utama

Postingan

TANAH KUSIR

Tuhan terlalu cepat semua Kau panggil satu-satunya yang tersisa Proklamator tercinta... Jujur lugu dan bijaksana Mengerti apa yang terlintas dalam jiwa Rakyat Indonesia... Hujan air mata dari pelosok negeri Saat melepas engkau pergi... Berjuta kepala tertunduk haru Terlintas nama seorang sahabat Yang tak lepas dari namamu... Terbayang baktimu, terbayang jasamu Terbayang jelas jiwa sederhanamu Bernisan bangga, berkapal doa Dari kami yang merindukan orang Sepertimu... Demikian lirik lagu berjudul Bung Hatta yang diciptakan dan dinyanyikan sendiri oleh Iwan Fals. Lagu yang dipersembahkan untuk salah satu proklamator kemerdekaan Republik Indonesia  pada saat wafatnya. Muhammad Hatta atau Bung Hatta sendiri wafat pada 15 Maret 1980. Penulis masih ingat pada waktu itu orang-orang beramai-ramai tumpah ruah ke jalan raya di dekat rumah kami yakni jalan Ciputat Raya. Mereka, tua muda, besar kecil berjejer di tepi jalan yang akan dilewati iring-iringan...

LANDHUIS CILILITAN

Memandang sekitar bangunan itu seakan menjadi kontras adanya. Di Jalan gang yang sempit dengan rumah yang berhimpitan. Ternyata ada bangunan yang lain dari sendiri. Gaya arsitektur serta besarnya bangunan rumah itu menjadi terlihat aneh dengan lingkungan sekitarnya. ***** Landhuis Cililitan Tempo Doeloe (Sumber: KITLV) Bangunan rumah yang biasa disebut landhuis Cililitan Besar atau “Rumah Tinggi” itu terletak di timur Jakarta. Lebih tepatnya lagi berada di belakang Rumah Sakit POLRI, Jalan Raya Bogor, Kelurahan Kramat Jati, Kecamatan Kramat Jati. Pada dasarnya landhuis adalah merupakan sebuah bangunan mewah pada umumnya, yang dibangun diluar pusat kota atau pedesaan. Pembangunan yang memilih lokasi di pedesaan tersebut biasanya bertujuan untuk kenyamanan dan tempat peristirahatan pemiliknya. Keberadaan landhuis, terutama di pinggiran wilayah Jakarta, berkaitan dengan orang-orang kaya yang menguasai tanah-tanah perkebunan. Seiring dengan kondisi keamanan yang mul...

Masak di Kebun Komunitas Ciliwung Condet

Pada suatu ketika penulis berkesempatan nongkrong di Komunitas Ciliwung Condet. Lokasinya terletak di jalan Munggang, Kelurahan Condet Balekambang, Jakarta Timur. Mencari lokasi tepatnya di sepanjang  Jalan Munggang, agak sulit. Tak ada tanda-tanda yang menunjukkan komunitas ini di deretan rumah yang rapat di sepanjang jalan. Jika kita bertanya pada penduduk sekitar, mereka biasanya selalu menunjuk satu tanda yaitu pangkalan bambu. Pangkalan bambu yang terlihat cukup mencolok di pinggiran jalan sebagai tanda dimana lokasi tepatnya komunitas  ini berada. Bagi orang yang pertama kali singgah disini, pasti akan merasakan suasana yang seakan bukan di dalam kota Jakarta. Di tempat ini seolah menjadi oase di tengah polusi udara dan hingar bingarnya kendaraan di ibukota. ***** Komunitas Ciliwung Condet yang peduli terhadap konservasi lingkungan dan budaya, melakukan aktivitas kegiatannya disini. Pada lokasi ini ada beberapa bangunan yang serasi dengan hamparan ling...

NGADUK DODOL NGGAK BOLEH NGOBROL

Seminggu atau hari-hari mendekati lebaran, orang biasanya sibuk menyiapkan kebutuhan terutama penganan. Menyambut hari raya Idul Fitri atau lebaran masyarakat muslim yang merayakannya membuat berbagai jenis olahan makanan yang menjadi ciri khas masing-masing daerahnya. Begitupun dengan masyarakat Betawi. Masakan berupa kue-kue khas yang jarang ditemukan pada hari biasa, muncul disaat lebaran. Akar kelapa, kembang goyang, geplak, kue satu, bumbucin, tengteng, biji ketapang, tape uli, manisan paya, rengginang, sagon dan lainnya adalah sederet penganan yang dengan gampang ditemukan di rumah-rumah penduduk. Dari jenis-jenis penganan yang disebutkan itu, ada salah satu yang cukup istimewa ketimbang lainnya. Ya betul sekali. Dodol Betawi. Dodol Betawi menjadi istimewa dikarenakan proses pembuatannya yang rumit. Butuh waktu berjam-jam dan banyak tenaga dalam membuatnya. Istimewa bukan hanya soal bagaimana rasa dodol tersebut. Melainkan proses pembuatannya yang melibatkan banyak ...

"UDIN PETOT" DAN ANTROPONIMI

Setelah dilahirkan, tentunya tiap orang diberikan nama. Setiap orangtua dimanapun pastinya memberikan nama terhadap anaknya. Memberikan nama yang mempunyai arti baik, tentunya menjadi harapan yang baik pula terhadap seseorang. Membahas soal nama, orang di kampung kami yang kebanyakan dari suku Betawi, biasanya memiliki nama yang bagus. Dengan latar belakang kultur yang berciri Islami, para orang tua memberikan nama anak-anaknya dengan nama Islami pula. Terdapatlah nama-nama seperti, misalnya Awaludin, Komarudin, Syarifudin, Burhanudin, Mahfudin. Dan banyak nama-nama berakhiran “Udin” yang lainnya.  Karena kebiasaan masyarakat Betawi yang menyingkat nama-nama orang. Dalam kehidupan sehari-hari di kampung, maka hanya “Udin” lah yang biasanya digunakan untuk mengenal atau memanggil orang tersebut.  Saking banyaknya nama orang yang dipanggil dengan “Udin”, bingunglah kita dibuatnya. Menyiasati kebingungan akibat banyaknya nama panggilan yang sama, maka ada semacam kebiasaa...

ZWEMBAD MANGGARAI JAKARTA SELATAN: Dahulu Tempat Berenang Kini Tempat Belanja

Seperti suasana pada umumnya terminal bis di kota Jakarta yang selalu ramai. Lokasi terminal yang terdapat di daerah Manggarai, Jakarta Selatan juga sama keadaannya. Lalu lalang berbagai jenis kendaraan bermotor. Hilir mudik orang-orang yang mempunyai aktivitasnya masing-masing. Ada yang bekerja, berniaga, sekolah. Selain juga ada yang berbelanja atau sekadar jalan-jalan di Pasaraya Manggarai yang berdiri cukup megah di sekitar lokasi ini. Tahu kah Anda, bahwa di lokasi yang sekarang berdiri bangunan perbelanjaan yang dikenal dengan Pasaraya Manggarai itu, dahulunya merupakan tempat pemandian atau kolam renang. Orang tempo doeloe   biasanya menyebut kolam renang dengan zwembad . *** Pada bulan Maret tahun 1934 resmi dibuka sebuah kolam renang yang diperuntukan penggunaannya untuk kalangan umum di Manggarai, Jakarta Selatan. Kolam renang yang dibangun di daerah Manggarai merupakan yang terbaik dan modern saat itu. Pada komplek pemandian atau kolam renang ini terdapa...

PASAR BUAH DI PASAR MINGGU

Dari keriput di wajahnya menandakan usia lebih dari 70 tahun. Tapi tubuhnya tetap sehat dan gagah. Masih ada sisa-sisa yang menandakan orangtua ini pekerja keras di masa mudanya. Keras dalam arti sebenarnya. Sambil merokok dan menikmati secangkir kopi, saya sempat mengobrol di warteg dengan bapak tua, yang disapa dengan Pak Murodi itu. “Dulu waktu masih muda apa saja saya kerjain pak”, katanya di tengah-tengah obrolan kami berdua. “Dari kuli bangunan sampai dagang buah-buahan saya lakonin”, lanjutnya. Dia berkisah bagaimana aktivitasnya sewaktu berdagang buah di masa lalu. “Kalo waktu sudah sore kita rame-rame pegih ke Pasar Minggu beli buah-buahan buat dijual lagi di sekiter daerah Buaran, Jakarta Timur  ini”. Seterusnya dia berkata, “Kadang-kadang kita jalan kaki kesono. Nah, kalo udah dapet buah-buahan yang kita butuh, baru dah kita dagangin”.  Saya bertanya, “Jadi bapak jualan buah di sekitar daerah ini, ngambil buahnya bukan dari Pasar Induk Kramatjati?”. Dengan ...