Langsung ke konten utama

RAGUNAN: Asal Mula Penamaan dan Riwayatnya Tempo Doeloe

Di tengah gemerlap megapolitan Jakarta, tersembunyi sebuah kisah masa lampau yang menjadi latar belakang dari penamaan sebuah tempat yang kini identik dengan kebun binatang.

Jika Anda melintasi kawasan Ragunan di Jaksel, mungkin di dalam hati bergumam, "Nama Ragunan itu asalnya dari mana sih?"

Hanya sepelemparan batu dari The Park Pejaten Mall, tepatnya di Jalan Pejaten Barat Raya. Sebuah papan petunjuk di sisi kiri jalan, akan membawa Anda ke sebuah kuburan tua. Konon, kuburan inilah yang dianggap sebagai penanda dari asal-usul nama Ragunan.


Jalan Pejaten Barat, Jakarta Selatan (Foto Koleksi Pribadi)


Asalnya Nama Ragunan

Asal-usulnya nama Ragunan yang pada masa kini kesohor dengan kebun binatangnya, ternyata memiliki dua versi cerita yang hidup di kalangan masyarakat. Kedua penceritaan ini sama-sama berkutat pada figur seseorang yang bernama Pangeran Wiraguna, namun dengan latar belakang yang berbeda.


Makam Pangeran Wiraguna, Jakarta Selatan (Foto Koleksi Pribadi)

Versi pertama menuturkan bahwa nama Ragunan berasal dari seorang pangeran bernama Wiraguna. Pangeran ini ternyata bukanlah keturunan bangsawan biasa, melainkan gelar yang diberikan kepada seorang bernama Hendrik Lukasz Cardeel. Siapa dia? Cardeel adalah seorang arsitek andalan Sultan Banten, Abunasar Abdul Qahar, atau yang akrab disapa Sultan Haji. Gelar Pangeran Wiraguna ini ia dapatkan langsung dari Sultan Haji, putra dari Sultan Ageng Tirtayasa.

Cardeel ini memang sosok yang amat dipercaya Sultan Haji. Saat terjadi konflik perebutan tahta antara Sultan Haji dan ayahnya, Sultan Ageng Tirtayasa, Cardeel diutus ke Batavia untuk meminta bantuan VOC (Kompeni). Berkat campur tangan Kompeni, Sultan Haji pun berhasil merebut kembali takhtanya.

Pada tahun 1689, Cardeel pamit kepada Sultan dengan alasan ingin pulang kampung ke asalnya di Belanda. Tapi, ternyata ia malah menetap di Batavia, kembali memeluk agama Kristen, dan sukses besar menjadi tuan tanah yang kaya raya.

Ada juga versi lain yang tak kalah menarik. Menurut cerita ini, nama Ragunan berasal dari Tumenggung Wiraguna. Ia merupakan salah satu panglima perang kepercayaan Sultan Agung Mataram. Kala itu, Sultan Agung pernah mencoba menyerbu Batavia pada tahun 1628-1629.

Dalam persiapan penyerbuan tersebut, Tumenggung Wiraguna dan pasukannya menempati wilayah sebelah selatan, terutama di sekitar Sungai Ciliwung. Konon, di kawasan yang sekarang kita kenal sebagai Ragunan inilah, Tumenggung Wiraguna mempersiapkan pasukannya untuk menggempur Batavia. Boleh jadi, nama Ragunan diambil dari tempat persiapan panglima perang Mataram ini.


Kawasan Ragunan di Masa Lalu

Berbeda dengan narasi pada versi pertama. Versi kedua dari kisah ini menyodorkan suatu sudut pandang yang lebih terperinci mengenai asal-usul dan fungsi kawasan Ragunan di masa lalu.

Dari cerita-cerita orang tua, sebuah narasi yang kaya mulai berlanjut. Ceritanya menggambarkan Ragunan bukan hanya tempat tinggal biasa. Kisah-kisah tersebut menuturkan bagaimana seorang tokoh bernama Wiraguna dan para pengikutnya mengatur kawasan tersebut sebagai sebuah permukiman.

Bersama para pengikutnya, Wiraguna pun 'membabat alas' dan mendirikan permukiman yang kelak dikenal sebagai Ragunan.

Aktivitas Wiraguna dan komunitasnya itu, jejaknya kini terekam menjadi nama-nama kampung di wilayah sekitar Ragunan. Berikut adalah nama-nama kampung yang dimaksud.

Kampung Pekayon: Dulunya adalah tempat khusus untuk mengumpulkan kayu sebelum dikirim ke pasar.

Kampung Bendungan: Kawasan ini dibangun untuk menjamin pasokan air komunitas.

Kampung Utan: Areal khusus yang ditumbuhi pohon-pohon perdu, sengaja dibuat menyerupai hutan.

Kampung Kandang: Tentu saja, ini adalah areal khusus untuk kandang hewan ternak mereka.

Pejaten: Nama ini berasal dari kata "jati", merujuk pada areal perkebunan pohon jati utama mereka.


Jadi, Ragunan bukan hanya sekadar nama suatu wilayah administratif di Jaksel. Namun juga, merupakan sebuah warisan sejarah lokal tentang perkembangan sebuah permukiman di Jakarta.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

KATA DAN ISTILAH BETAWI PINGGIR (Bagian Pertama A - G)

  Dalam rangka melafalkan tulisan dengan benar, pada daftar kata dan istilah dibawah ini, penulisannya menggunakan tanda diakritik. Tanda diakritik adalah tanda tambahan pada huruf yang mengubah nilai fonetis huruf tersebut. Sebagai contoh adalah huruf vokal e. Dalam huruf e disini dibedakan antara e pepet dan e taling . Pada e pepet tanpa ditandai apa-apa, sedangkan e taling ditandai dengan sebuah garis miring ke kiri ( grave ) è. Adapun contoh bentuk pelafalannya sebagai berikut: e pepet : g e rah, s e rah t e rima e taling: m è rah, ikan l è l è   A Abing                                        habis Aer                            ...

KATA DAN ISTILAH BETAWI PINGGIR (Bagian Kedua H - N)

  Dalam rangka melafalkan tulisan dengan benar, pada daftar kata dan istilah dibawah ini, penulisannya menggunakan tanda diakritik. Tanda diakritik adalah tanda tambahan pada huruf yang mengubah nilai fonetis huruf tersebut. Sebagai contoh adalah huruf vokal e. Dalam huruf e disini dibedakan antara e pepet dan e taling . Pada e pepet tanpa ditandai apa-apa, sedangkan e taling ditandai dengan sebuah garis miring ke kiri ( grave ) è. Adapun contoh bentuk pelafalannya sebagai berikut: e pepet : g e rah, s e rah t e rima e taling: m è rah, ikan l è l è   H Habeg                                      menghabiskan makanan secara lahap   I Ikan ayam                       ...

KISAH RAMBUTAN RAPI'AH

Semua penduduk Jakarta atau khususnya Jakarta Selatan pastilah mengenal yang namanya buah rambutan. Akan tetapi tahukah mereka, bahwasanya pu’un dan buah rambutan dijadikan lambang dari kota administrasi Jakarta Selatan. Kalo kagak percaya coba aja longok ke depan  gedong  kantor walikota Jakarta Selatan di jalan Prapanca Raya, Kebayoran Baru. Di depan gedung tersebut kita bisa lihat ada gambar burung nangkring  diatas buah rambutan. Menurut isi Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1422/1997, gambar burung yang terdapat pada lambang kota Jakarta Selatan itu adalah burung gelatik, sedangkan jenis rambutannya ialah rambutan rapiah. Surat Keputusan yang dikeluarkan pada tahun 1997 tersebut merupakan sebuah penetapan terhadap lambang Kota Administratif Jakarta Selatan. Lambang tersebut memiliki bentuk perisai lima. Di dalam perisai  terdapat gambar fauna dan flora khas dari Jakarta Selatan. Burung Gelatik diambil sebagai mewakili faunanya, sedangkan untuk...