"UDIN PETOT" DAN ANTROPONIMI
Setelah dilahirkan, tentunya tiap orang diberikan nama. Setiap
orangtua dimanapun pastinya memberikan nama terhadap anaknya. Memberikan nama
yang mempunyai arti baik, tentunya menjadi harapan yang baik pula terhadap
seseorang.
Membahas soal nama, orang di kampung kami yang kebanyakan
dari suku Betawi, biasanya memiliki nama yang bagus. Dengan latar belakang kultur
yang berciri Islami, para orang tua memberikan nama anak-anaknya dengan nama Islami
pula. Terdapatlah nama-nama seperti, misalnya Awaludin, Komarudin, Syarifudin,
Burhanudin, Mahfudin. Dan banyak nama-nama berakhiran “Udin” yang lainnya.
Karena kebiasaan masyarakat Betawi yang menyingkat nama-nama orang. Dalam
kehidupan sehari-hari di kampung, maka hanya “Udin” lah yang biasanya digunakan
untuk mengenal atau memanggil orang tersebut.
Saking banyaknya nama orang yang dipanggil dengan “Udin”,
bingunglah kita dibuatnya. Menyiasati kebingungan akibat banyaknya nama
panggilan yang sama, maka ada semacam kebiasaan di masyarakat kampung kami pada
masa lalu untuk membedakan antara “Udin” yang satu dengan “Udin” yang lainnya. Cara
membedakannya adalah dengan menggunakan nama julukan atau sering disebut pula dengan
nama poyokan.
Antroponimi, sebagai cabang ilmu yang membahas persoalan nama
manusia mengenal istilah fisiognomi. Julukan dibelakang nama yang diuraikan
diatas, biasanya berkaitan erat dengan fisiognomi seseorang yang empunya nama.
Fisiognomi, yang berarasal dari bahasa Yunani, physis, yang artinya alam dan gnomon, yang berarti penilaian, adalah merupakan bentuk khas atau unik yang terdapat pada tubuh seseorang.
Kekhasan atau keunikan itulah yang dapat dijadikan identitas
pembeda bagi orang-orang yang mempunyai nama yang sama. Bentuk khas atau unik
seseorang yang dijadikan tanda pembeda terdapat pada seluruh bagian tubuh. Mulai
dari ujung kepala, mata, hidung, mulut hingga kaki.
Dari hal yang demikian itu, muncullah nama-nama julukan. Jika
kita mengambil contoh nama “Udin”. Maka akan muncul nama-nama seperti, Udin Gedad, Udin Pitak, Udin Kucay, Udin Panjul, Udin Pitet, Udin Belo, Udin Tonggar, Udin Jebag, Udin Dobléh, Udin Séngkok, Udin Péncod,
Udin Buluk, Udin Bodong, Udin Pétot dan
lain sebagainya.
Bisa jadi bagi sebagian orang, ada yang beranggapan
bahwasanya penggunaan nama julukan diatas lebih bersifat menghina atau mencela
fisik seseorang yang punya nama julukan. Apa pun pendapatnya sah-sah saja.
Terlepas dari pendapat yang demikian itu, yang pasti kebiasaan memberikan nama
julukan itu ada di lingkungan kampung-kampung di Jakarta di masa lalu. Mungkin
hingga kini masih ada.
Pernah dengar nama Udin Pétot?
Awas pikiran énté jangan
ngeres...
Daftar Istilah:
Belo: bentuk dan ukuran mata yang besar
Bodong: bentuk pusar yang menonjol ke depan
Buluk: warna
kulit yang agak hitam
Dobléh: bentuk dan ukuran bibir yang tebal
Gedad: ukuran
kepala yang agak besar
Jebag: ukuran
mulut yang besar
Kucay: jenis tumbuhan
dengan nama Latin Allium tuberosum. Kucay diumpamakan seperti rambut yang lurus/tidak ikal
Panjul: bentuk kepala yang agak menonjol pada bagian belakang
Péncod: bentuk ukuran kaki
yang tidak sama
Pétot: penyok, bentuk wajah tidak sempurna atau proporsional
Pitak: tanda
bekas luka di atas kepala (bukan di dahi)
Pitet: tanda bekas luka di kelopak mata biasa akibat penyakit
cacar
Poyokan: nama
lain atau alias
Séngkok: bentuk
tangan yang tidak lurus atau bengkok, biasa akibat patah tulang
Tonggar: susunan
gigi depan atas yang agak menonjol ke depan
Komentar
Posting Komentar