POTRET SILAM JALAN POTLOT

Bisa jadi, anak jaman now tak kenal apa itu potlot. Jikalau anak jaman now itu merupakan salah seorang Slanker – sebutan untuk para penggemar berat grup musik Slank, maka jawabannya bisa lain. Mungkin yang dimaksudkannya dengan potlot itu adalah nama sebuah jalan. Bukan sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu yang membulat dengan bahan grafit ditengahnya. Alias pensil. Ya, potlot dan pensil itu sami mawon artinya jika mengacu pada sebuah alat untuk menulis. Akan tetapi sekarang ini sebutan potlot jarang terdengar untuk menyebut salah satu jenis alat tulis.

Potlot sebagai sebutan untuk nama sebuah jalan memang ada. Jalan Potlot namanya. Terletak di daerah Duren Tiga, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Jika kita menyusuri jalan raya dari Patung Dirgantara Pancoran menuju ke arah Pasar Minggu, letak jalan tersebut tak jauh dari pertigaan lampu merah Kalibata. Jalan ini terkenal sebagai tempat berkumpul terutama dikalangan remaja Slanker, lantaran grup musik Slank ada disini.

Tahukah anda jika nama potlot yang disematkan pada sebuah nama jalan itu berasal dari pabrik alat tulis?


*****

Sejak lepas dari cengkeraman penjajah pasca tahun 1945, negara Indonesia tidak terkecuali di Jakarta, memulai pembangunan di segala bidang. Baik pendidikan maupun industri. Dengan semakin berkembangnya pembangunan di bidang pendidikan, menyebabkan pula adanya kebutuhan akan alat-alat pendukung. Salah satu dari kebutuhan tersebut adalah perlunya pasokan akan alat-alat tulis berupa pensil atau potlot.

Pada sekitar dekade awal tahun 50an, bahwasanya Kementerian Pendidikan kala itu membutuhkan potlot sebanyak tiga juta batang. Hampir seluruh kebutuhan akan potlot itu didatangkan alias diimport dari luar negeri. Kebutuhan potlot tersebut berasal dari negara-negara seperti Belanda, Jerman, Jepang serta Cekoslowakia (sebelum pecah jadi Ceko dan Slowakia) pada saat itu.

Atas dasar itulah, maka didirikan sebuah pabrik potlot dengan tujuan mengurangi import dari luar negeri. Berdikari atau berdiri diatas kaki sendiri di bidang perpotlotan. Begitulah kira-kira. Pabrik potlot yang kemudian diberi nama “Indoplano” didirikan di pinggiran Jakarta kala itu. Sekarang ini, tepatnya berada di wilayah administartif Kelurahan Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Pertama kali berdiri, pabrik “Indoplano” menggunakan mesin-mesin buatan Jepang untuk memproduksi potlot. Para karyawan pabrik tidak sekonyong-konyong dapat menjalankan seluruh mesin. Lewat bantuan tenaga-tenaga ahli dari Jepang, para karyawan pabrik “Indoplano” pada awalnya dilatih untuk mengoperasika mesin-mesin tersebut.

Hampir seluruh pembuatan potlot dilakukan secara mekanis dengan mesin. Mulai dari memotong-motong bahan kayu menjadi papan. Mengetam dan mengaluri papan yang sebelumnya diproses hingga menjadi kering. Membubuhkan bahan bubuk grafit ke papan yang kemudian direkatkan. Hingga mengecat batang-batang kayu potlot serta memberikan cap merek “Indoplano”.


(Foto Karyawan yang Sedang Bekerja di Pabrik Potlot "Indoplano".
Sumber: Kotapradja Djakarta Raya, 1952)

Semua pekerjaan itu dilakukan menggunakan mesin. Dalam buku karya Buntarman berjudul Djakarta Lambang Kemerdekaan, disebutkan bahwa pada awal pendiriannya, pabrik potlot “Indoplano” dapat menghasilkan satu juta batang potlot setiap bulannya.

Bahan baku utama pembuatan potlot berupa kayu dan sejenis bubuk hitam yang dinamakan grafit. Sewaktu pabrik tersebut baru berdiri, bahan grafit masih harus didatangkan dari luar negeri. Hal itu dikarenakan jenis bahan grafit yang berasal dari negara kita sendiri kurang baik hasilnya.

Bahan baku yang tidak perlu diimport ialah kayu. Bahan baku berupa kayu yang digunakan oleh pabrik potlot “Indoplano” adalah dari jenis pohon atau kayu Jamuju, yang dalam bahasa keren-nya disebut Dacrycarpus imbricatus. Pohon atau kayu Jamuju merupakan jenis tumbuhan asli Indonesia. Tumbuhan ini dapat ditemukan tersebar di hampir seluruh kepulauan di nusantara. Tidak memiliki serat kayu yang panjang serta tidak gampang melengkung, menjadi alasan jenis kayu tersebut dipilih untuk membuat potlot.

*****

Hingga masa-masa awal kemerdekaan, daerah Duren Tiga atau lebih tepatnya di Jalan Potlot masih termasuk pinggirannya Jakarta. Di wilayah ini tampaknya masih memiliki lahan kosong yang luas. Hal yang demikian itu menjadikan alasan orang dapat mendirikan pabrik di daerah tersebut. Seiring berlalunya waktu serta makin bertambah padatnya penduduk. Keadaannya kini berubah.

Dahulu, daerah seperti Duren Tiga masih layak berdiri sebuah pabrik besar. Sekarang tidak lagi. Sebuah pabrik alat tulis yang pernah ada disini, sekarang cuma sebagai penanda pada papan nama sebuah jalan. Jalan Potlot.


Komentar

Postingan Populer