Kali Pesanggrahan. Pikiran apa yang
terlintas di benak Anda mengenainya?
Bagi warga Jakarta, Depok, dan Tangerang, nama sungai ini mungkin familiar didengar, kerapkali disangkutkan dengan berbagai cerita tentang peristiwa banjir atau padatnya permukiman di tepiannya. Namun, di segala kisahnya itu, Kali Pesanggrahan adalah urat nadi sejarah dan geografis yang membentang melintasi tiga provinsi besar.
Bayangkan saja, sungai ini mempunyai panjang sekitar 65 kilometer. Alirannya bermula dari dataran tinggi di Kabupaten Bogor. Dari titik hulunya itu, ia menempuh perjalanan jauh, membelah banyak wilayah, seperti: Depok (melalui Bojonggede, Sawangan, dan Limo); Jakarta Selatan dan Jakarta Barat (melintasi Kebayoran Lama, Pesanggrahan, Kebon Jeruk, dan Kembangan); Hingga akhirnya berakhir di hilirnya yakni Tangerang, Banten, menuju kawasan Cengkareng.
![]() |
Kali Pesanggrahan di Perbatasan Depok dan Jakarta (Dok. Pribadi) |
Kali Pesanggrahan adalah saksi bisu,
mengalir melewati berbagai wajah peradaban. Kali Pesanggrahan juga bukan
sekadar lintasan air, melainkan sebuah lembar sejarah yang menyimpan kisah
manusia prasejarah.
Bayangkan, ribuan tahun lalu, manusia purba sudah memilih kawasan sepanjang Daerah Aliran Sungai Pesanggrahan sebagai tempat tinggal. Mengapa di sini? Seperti banyak peradaban awal di dunia, sungai adalah sumber kehidupan. Air, makanan, dan jalur transportasi mudah didapat di sekitarnya.
Para arkeolog telah melakukan kerja keras, mulai dari mensurvei permukaan tanah hingga menggali tanah (ekskavasi) di beberapa titik penting. Hasilnya sungguh mengejutkan. Kali Pesanggrahan adalah "harta karun" peninggalan masa prasejarah.
Menjelajahi Situs-situs Kuno
Beberapa lokasi penelitian yang jadi saksi bisu kehidupan zaman baheula itu menghampar dari Jakarta hingga Tangerang Selatan, di antaranya: Joglo, Ulujami, Pesanggrahan, Bintaro, Bukit Sangkuriang & Bukit Kucong di perbatasan Lebak Bulus dan Cinere, Depok, hingga Pondok Cabe Udik.
Apa saja yang masyarakat prasejarah itu tinggalkan? Mari kita "mengunjungi" temuan-temuan kunci di situs-situs berikut ini:
1. Ulujami dan jejak peralatan rumah tangga
Situs Ulujami, di sini, ditemukan lebih
dari seratus buah fragmen tembikar (pecahan gerabah). Hasil dari analisis bahwa
diperkiran merupakan periuk dan cawan. Bukan hanya itu, para ahli juga
menemukan terakota (tanah liat yang dibakar), alat logam, dan bahkan terak
besi—sisa-sisa peleburan logam. Ini menunjukkan bahwa penduduk Ulujami sudah
memiliki kemampuan teknologi yang cukup maju untuk mengolah logam, jauh dari
gambaran primitif yang kita bayangkan. Tembikar-tembikar itu pun tak polos,
melainkan berhias garis-garis sejajar dengan teknik goresan yang indah.
2. Jejak Peralatan Batu
Di banyak situs, terutama di Joglo,
Bintaro, dan Pondok Cabe Udik, peninggalan yang paling banyak adalah beliung
persegi. Beliung adalah alat batu yang diasah rapi berbentuk persegi, digunakan
sebagai kapak, cangkul, atau alat pertanian lainnya. Ditemukannya beliung
persegi menandaskan bahwasanya penduduk Pesanggrahan sudah masuk ke masa
Neolitikum alias Zaman Batu Muda, di mana pertanian dan kehidupan menetap mulai
muncul dan berkembang.
Selain itu, di Pondok Cabe Udik juga ditemukan batu asahan, yang menunjukkan mereka rajin merawat dan menajamkan alat-alatnya. Temuan tanah terbakar dan kerang di situs ini juga menjadi petunjuk, kemungkinan mereka memanfaatkan sumber daya dari laut atau rawa di sekitar lokasi, dan tentunya, sudah mengenal api.
3. Perhiasan dan Bukti Kehidupan Sosial
Di daerah perbukitan Bukit
Sangkuriang dan Bukit Kucong, ceritanya sedikit berbeda. Selain beliung persegi
dan pecahan tembikar, ditemukan juga fragmen gelang batu.
Gelang batu bukan sekadar perkakas, tapi sebuah perhiasan. Temuan ini memberi petunjuk penting tentang aspek sosial dan budaya masyarakat kuno Pesanggrahan. Mereka tak hanya fokus bertahan hidup, tetapi juga memiliki konsep estetika dan status sosial. Mereka juga menggunakan batu serpihan—alat-alat tajam kecil—untuk keperluan yang lebih detail.
4. Bukti dari Pola Makan
Bahkan, temuan dari Bintaro membawa
kita pada sebuah petunjuk yang lebih konkret tentang pola makan mereka: tulang
hewan. Tulang ini menjadi bukti tak terbantahkan bahwa berburu dan atau
beternak adalah bagian penting dari kehidupan sehari-hari mereka.
Warisan yang Terlupakan
Seluruh temuan di sepanjang Daerah Aliran
Sungai Pesanggrahan ini, mulai dari tembikar, alat logam, beliung persegi,
hingga gelang batu, melukiskan gambaran bahwa kawasan ini dulunya adalah pusat
pemukiman prasejarah. Mereka adalah masyarakat yang sudah mengenal: Pertanian
dan perkakas canggih (beliung persegi dan batu asahan); Pola hidup menetap (ditandai
dengan banyaknya pecahan tembikar); Teknologi pengolahan logam (terutama di
Ulujami); Budaya dan seni (tembikar berhias dan gelang batu).
Jejak-jejak ini adalah pengingat bahwa di bawah peradaban modern zaman kini dan padatnya pemukiman kota, kita berdiri di atas lapisan peradaban masa lampau yang telah eksis. Kali Pesanggrahan bukan hanya harus kita jaga dari polusi dan banjir, tetapi juga kita hargai sebagai saksi bisu sejarah manusia yang terentang dari zaman batu hingga era digital.
Tidakkah menakjubkan membayangkan bahwa nenek moyang kita sudah beraktivitas, memasak, dan berhias, tepat dibawah tanah, di lokasi dimana kini kita ber-sliweran setiap hari?
Komentar
Posting Komentar