PALMERAH: Patok Merah yang Menjadi Nama Daerah

 

Dapat dipastikan sebagian besar orang di Jakarta mengenal satu daerah yang bernama Palmerah. Kawasan Palmerah yang secara administratif menjadi sebuah kecamatan di Jakarta Barat ini memiliki areal seluas kurang lebih 5,40 kilometerpersegi.  

Sebutan atau nama daerah Palmerah dipercaya berasal dari kata “Pal” yang berarti patok penanda yang berwarna merah. Kata pal berasal dari bahasa Belanda yakni paal  yang berarti tiang, patok, atau tonggak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pal dimaknai sebagai tonggak batu sebagai tanda jarak, antara tonggak satu dengan tonggak lainnya yang berjarak 1,5 km.

Namun, tahu kah Anda bahwasanya patok yang berwarna merah tersebut terkait dengan peraturan pendirian pasar partikelir yang diatur oleh pemerintah kolonial Belanda di masa lalu?

 

Mengenai Soal Sebutan Palmerah

Dalam salah satu versi yang terdapat pada buku Sejarah Nama-nama Wilayah di Jakarta, nama Pal Merah terkait dengan nama-nama tempat lain di sekitarnya. Seperti Joglo dan Pos Pengumben.

Penamaan Pal Merah berasal dari dua suku kata Pal (batas/patok) dan Merah, yaitu patok berwarna merah yang dijadikan tanda batas wilayah Batavia ke arah Bogor. Pada zaman baheula, jikalau Gubernur Belanda jika hendak berlibur ke istana Bogor dengan mengendarai kereta kuda kerap melewati rute tersebut.

Sebagai tempat peristirahatannya rombongan tersebut singgah di Joglo yang berasal dari nama sebuah rumah model Jawa (joglo). Sedangkan untuk tempat istirahat kuda penarik kereta biasanya mereka tempatkan di Pos Pengumben yang berasal dari kata pos untuk “ngumbe” atau minum.

 

Suasana Daerah Palmerah Tahun 1922 (Foto: De Batikindustrie op Java)

 

Patok Merah Penanda Batas Pasar

Dalam Staatblad tahun 1829 No. 111 pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan suatu aturan mengenai pasar di Batavia dan sekitarnya. Pada salah satu fasal tentang peraturan tersebut,yakni fasal 4, ada aturan yang menjelaskan tentang batas sebuah pasar:

Passar-passar sekalipoen tiada boleh pindah tempat, dimana biasa-nja sekarang ini, disitoe djoega misti tinggal, maka ada larangan dengan prentah kentjang pada jang poenja passar,  soepaja djangan dia pindahken passarnja, atawa toekar namanja, atawa bikin lebih besar, melainken dengen soeka Goebermen, maka djikaloe dilanggar prentah-prentah itoe, nanti dia kena denda 25 roepiah sampe seratoes roepiah masing-masing langgaran itoe.

Maka besarnja passar-passar sekarang nanti dioekoer, dan jang poenja passar misti bajar toekang oekoer tanah Goebermen, jang nanti bikin satoe gambaran dari oekoeran passar,  jang soedah dia oekoer, maka dengen jang poenja passar masing-masing dengan kepala pemarentahan negri, atawa Resident, bersama-sama dengen djoeroe pariksa-nja Goebermen, lantas djoega nanti ditandai watasnja passar-passar itoe, maka selama-nja misti tinggal bagitoe dan gambaran itoe, jang soedah dibikin dengan atoeran jang terang sekali, nanti Goebermen simpan pada kantor kepala pemarentahan negri, sebagi lagi pada watasnja passar nanti misti di taroh tanda pal merah, soepaja boleh orang lihat, maka atas perkara tempatnja pal merah itoe, jang poenja passar misti moewafakat sama kepala pemarentahan negri.

Selanjutnya, dalam fasal 8 diuraikan mengenai jarak penanda batas pasar tersebut:

Pada hari passar, tiada boleh orang djoeal barang-barang dagangannja, atawa bikin passar sendiri diloewar passar, sampe satoe pal djaoehnja dari watas passar, maka barang siapa, jang langka prentah ini , misti kena denda dari tiga roepiah sampe 25 roepiah banjaknja, bagimana kira-kira salahnja.

Maka djikaloe ada satoe potia, atawa pak , jang brani poengoet tjoeké di loewar watas passar, atas barang barang, jang orang ada djoewal di sitoe, pada hari passar, nanti dia dapat hoekoeman misti bajar denda 25 roepiah atawa lebih, sampe seratoes roepiah, sakira-kira salahnja.

Atas perkara ini misti kepala pemrentahan negri djaga,soepaja djangan sampe jang poenja passar dapat roegi, dan lagi djangan sampe jang poenja passar berboewat salah apa-apa.


 

 

 

Komentar

Postingan Populer