Bisa jadi, Anda baru saja meneguk segelas air jernih untuk
diminum tanpa berpikir dua kali. Tapi bagi sebagian besar penduduk di kota-kota,
momen sederhana itu adalah kemewahan, atau setidaknya sebuah perjuangan sehari-hari.
Di balik gemerlapnya metropolitan Jakarta, tersembunyi sebuah ironi besar. Salah
satu pusat peradaban modern ini ternyata masih bergulat hanya untuk memastikan
setiap rumah tangga punya akses ke kebutuhan hidup paling dasar, yaitu air
bersih.
Air bersih – kata kunci sederhana yang menyimpan kerumitan
masalah yang luar biasa. Di tengah denyut nadi perkotaan, air bersih bukan lagi
semata-mata kebutuhan, melainkan pula urat nadi utama kehidupan. Bayangkan
Jakarta, kota metropolitan yang tak pernah tidur, tempat jutaan mimpi dan kegiatan
kehidupan berkumpul. Tanpa air bersih yang memadai, semua itu akan lumpuh.
Ironisnya, cepatnya pertumbuhan penduduk Jakarta bagaikan
pisau bermata dua. Di satu sisi hal tersebut membawa kemajuan, di sisi lain membebani
sumber daya alam kota hingga batasnya. Pasokan air bersih pun mulai
megap-megap, tak sanggup lagi mengimbangi laju pertumbuhan jumlah penduduk yang
melesat tinggi.
Dari Sumur Bor ke Proyek Kolonial
Jauh sebelum keadaan modernitas mengambil alih, cara pemerintah
di masa lalu untuk memenuhi kebutuhan air di kota ini terbilang sederhana,
yakni dengan membuat sumur-sumur bor. Namun, seiring kota bertambah besar, cara
yang dilakukan demikian itu jelas tak lagi berkelanjutan.
Pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari betul
masalah tersebut. Memasuki awal tahun 1920an, mereka mengambil langkah yang
cukup penting. Instalasi air bersih pertama dibangun di daerah Kramatjati,
sebuah upaya monumental pada masanya. Meskipun kapasitasnya terbilang kecil
jika dibandingkan dengan kebutuhan pada masa sekarang ini - hanya menghasilkan 100
liter per detik. Namun demikian hal itu merupakan fondasi awal sistem air
terpusat yang mengubah wajah Batavia.
Namun, lompatan terbesar dalam sejarah pelayanan air
bersih Jakarta baru terjadi setelah kemerdekaan. Ini adalah kisah tentang visi,
ambisi, dan kolaborasi tingkat tinggi.
Instalasi Pengolahan Air Pejompongan
Setelah Indonesia merdeka, tantangan air bersih
Jakarta tak cuma masalah pasokan. Akan tetapi juga tentang bagaimana kualitas
dan sistem pelayanan yang lebih baik. Dua tokoh sentral kala itu, Presiden
Soekarno dan Walikota Djakarta Sjamsurizal, berbagi ambisi yang sama: Jakarta
harus punya sistem air minum yang terbaik. Mereka melihat bahwa ibukota
Republik tak hanya mengandalkan sumur atau instalasi tua peninggalan kolonial
yang tak sanggup menyuplai penduduk yang semakin banyak. Dari sinilah gagasan
untuk membangun Instalasi Pengolahan Air Pejompongan lahir.
Sungai Ciliwung yang membelah kota dipilih untuk
dijadikan sebagai sumber air baku utama. Proyek raksasa ini tak sembarangan.
Pembangunan tahap pertamanya diresmikan pada 23 Desember 1953.
![]() |
Presiden Soekarno Meresmikan Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Pejompongan, 1953 (Dep. Pekerjaan Umum) |
Bisa dibayangkan, pada masa-masa awal kemerdekaan,
proyek infrastruktur sebesar ini adalah sebuah pertaruhan besar. Tapi, kehendak
untuk memberikan pelayanan terbaik bagi warga Jakarta mengalahkan keraguan.
Proyek Raksasa di Bidang Pengolahan Air Pertama Indonesia
Selama hampir tiga tahun, kawasan Pejompongan menjadi
saksi bisu pembangunan yang melibatkan hampir 1000 orang pekerja.
Ketika akhirnya rampung, Instalasi Pengolahan Air
Pejompongan diresmikan sebagai proyek raksasa di bidang pembangunan air minum
yang pertama di Indonesia. Kapasitasnya produksi air bersihnya fantastis, 2000
liter per detik. Sangat jauh melebihi kemampuan instalasi-instalasi sebelumnya.
Angka ini secara drastis mengubah peta penyediaan air bersih di Ibukota.
Dalam upaya menggapai kualitas hasil terbaik, seluruh
peralatan instalasi penjernihan air, termasuk pipa-pipa untuk menyalurkan air,
didatangkan langsung dari Prancis. Ini menunjukkan bahwa di era yang baru
merdeka, Indonesia berani berinvestasi pada teknologi asing terbaik demi
kesejahteraan rakyatnya.
Hingga hari ini, Inastalasi Pengolahan Air di
Pejompongan tetap berdiri tegak, mejadi salah satu tonggak utama yang
memastikan jutaan warga Jakarta dapat menikmati air bersih. Instalasi air
tersebut adalah monumen hidup, pengingat akan visi besar pemerintah saat itu yang
percaya bahwa infrastruktur dasar adalah kunci untuk mewujudkan masa depan yang
lebih baik.
Pejompongan bukan sekadar instalasi penjernihan air,
ia adalah kisah sukses tentang bagaimana sebuah kota belajar untuk hidup dan
bertahan di tengah badai pertumbuhan.
Komentar
Posting Komentar