KAMPUNG PECAH KULIT: Kisah Mengerikan Di Balik Nama yang Unik

Lazimnya, nama-nama kampung atau jalan di Jakarta, diambil dari nama tumbuhan ataupun tokoh terkenal. Tersebutlah misalnya, Kebon Jeruk, Cempaka Putih, Karet, Gandaria, Kampung Rambutan, Jalan Sudirman, Gatot Subroto, TB. Simatupang dan banyak lainnya.

Dari sederet nama kampung atau jalan yang umum di Jakarta tersebut. Ada salah satu kampung atau jalan yang agak unik namanya: Pecah Kulit.

****

Kampung atau jalan pecah kulit, Jakarta Barat. Berlokasi di sekitar jalan Pangeran Jayakarta, kelurahan Pinangsia, kecamatan Tamansari, kurang lebih satu kilometer dari stasiun kota.

Asal usul atau sebutan pecah kulit di daerah ini dikaitkan dengan cerita yang berkembang di kalangan masyarakat dari dahulu hingga saat sekarang.

Cerita tersebut adalah peristiwa pemberontakan terhadap pemerintah kolonial Belanda pada abad ke-18 yang dilakukan oleh Pieter Erberveld dan kelompoknya.

Pieter Erberveld adalah seorang indo Eropa, dari keturunan tuan tanah kaya raya di Batavia. 

Tidak seperti keluarga tuan tanah pada umumnya, Pieter Erberveld mempunyai hubungan yang akrab dengan masyarakat pribumi setempat di Batavia.

Keterangan resmi yang masuk ke kolonial Belanda, menyatakan bahwa Pieter Erberveld bersama dengan Raden Kartadria,  berencana membunuh orang-orang Belanda di Batavia pada pesta malam tahun baru 1722. 

Dari keterangan tersebut kabarnya Pieter Erberveld berkehendak menjadi kepala kota Batavia, sedangkan Raden Kartadria menjabat sebagai patih di luar kota Batavia. Namun rencana tersebut gagal terlaksana. Hal itu disebabkan pihak pemerintah kolonial Belanda mengetahui rencana aksi itu dari adanya pengaduan seseorang. 

Pieter Erberveld serta kelompoknya ditangkap, ketika sedang melakukan pertemuan rahasia, tiga hari sebelum rencana aksi mereka dilakukan. Orang-orang yang ditangkap tersebut lalu disiksa dan dihukum mati. Pieter Erberveld dan Raden Kartadria serta 17 orang pribumi pengikutnya dihukum mati secara sadis di lapangan terbuka. Tubuh mereka diikat serta ditarik ke empat penjuru oleh empat ekor kuda, dicincang, hingga pecah menjadi empat bagian. 

Tidak hanya itu, setelah melakukan eksekusi mati, pemerintah kolonial juga mendirikan monumen peringatan dari batu berukuran satu kali dua meter, di lokasi yang kini dikenal sebagai kampung atau jalan Pecah Kulit.


Monumen Peringatan Pieter Erberveld 1905 (KITLV)

Dalam monumen peringatan yang sekarang tersimpan di Museum sejarah Jakarta tersebut tertulis:

"Sebagai kenang-kenangan yang menjijikkan akan pengkhianat Pieter Erberveld yang dihukum; tak seorang pun sekarang atau untuk seterusnya akan diizinkan membangun, menukang, memasang batu bata atau menanam di tempat ini. Batavia, 14 April 1722.”



Komentar

Postingan Populer