TAK ADA GUNUNG DI TAMBORA


Tatkala mendengar nama Tambora, mungkin pikiran Anda langsung membayangkan sebuah gunung terkenal di Pulau Sumbawa. Menyitir ungkapan orang Betawi, ampe puyuh bebuntut tak bakalan Anda menemukan gunung di Tambora. Iya betul sekali tak ada gunung di Tambora. Tambora yang dimaksud adalah sebuah nama tempat yang kini menjadi wilayah administratif setingkat kecamatan di Jakarta Barat.   

Lalu, mengapa wilayah Tambora di bilangan Jakarta Barat itu dinamakan serupa dengan gunung yang terdapat di Nusa Tenggara Barat?

****


Ada kisah yang menceritakan seorang tokoh bernama Haji Mustoyib Ki Daeng. Dia merupakan seorang yang berasal dari Makassar dan sempat lama bermukim di sekitar wilayah Gunung Tambora, Sumbawa. Boleh jadi, tempat asal Haji Mustoyib Ki Daeng di Gunung Tambora inilah yang sampai sekarang dijadikan nama wilayah Tambora di Jakarta Barat.

Ketika tinggal di Batavia, Haji Mustoyib Ki Daeng pernah dibui oleh pihak pemerintah kolonial Belanda. Hal demikian karena dia dituduh sebagai provokator warga untuk melawan kekuasaan penjajah. Singkat cerita, ketika bebas dari tahanan selama 5 tahun, dia memiliki tekad untuk tetap tinggal di Batavia. Sekaligus sebagai wujud rasa syukurnya atas hal tersebut dia lalu membangun masjid pada tahun 1761. Hingga akhir hayatnya dia dimakamkan tepat di depan halaman masjid.
 

Makam Haji Mustoyib Ki Daeng di Masjdi Tambora, Jakarta Barat



Masjid sebagai peninggalan dari tokoh Haji Mustoyib Ki Daeng ini terletak di pinggiran Kali Krukut tepatnya Jalan Tambora 4, yang dahulu dikenal dengan nama Jalan Blandongan. Secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Tambora, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Menemukan lokasi dimana bangunan masjid ini berdiri lumayan sulit dikarenakan padatnya bangunan rumah-rumah.

Hampir dapat dipastikan orang akan kesulitan untuk mengenali masjid ini sebagai bangunan kuno. Keadaan yang demikian akibat adanya renovasi pada bangunan yang banyak merubah serta menghilangkan bentuk aslinya. Hanya ada beberapa bagian bangunan asli yang tersisa. Salah satu dari bagian bangunan yang tampak asli tersebut adalah bentuk atap tumpang berikut mustoko yang ada di puncaknya. Lainnya adalah empat tiang utama yang ada di dalam bangunan masjid. Walaupun bentuknya sudah tak asli lagi, namun struktur tiang-tiang tersebut merupakan ciri dari bangunan masjid kuno.

Satu hal yang menarik adalah adanya unsur-unsur bangunan makam, yang terdiri dari nisan, jirat beserta cungkup di depan masjid. Dipercaya bahwasanya bangunan makam itu merupakan tempat peristirahatan terakhir Haji Mustoyib Ki Daeng.

Ketiga unsur bangunan makam tersebut hanya nisan serta cungkup yang masih menampilkan bentuk aslinya. Nisan pada bangunan makam itu memiliki bentuk dasar bulat silindrik. Pada bagian atasnya agak melancip dengan hiasan berupa bunga teratai. Bentuk dasar nisan yang lainnya adalah bulat. Makin ke atas ukurannya semakin membesar, dan tak memiliki hiasan. Kesemua nisan itu terbuat dari bahan batu andesit.

Terakhir adalah unsur bangunan makam berupa cungkup. Cungkup adalah suatu bangunan yang dibangun untuk melindungi nisan dan jirat di dalamnya. Pada umumnya, cungkup makam mempunyai bentuk seperti balai dan terdapat ornamen hiasan baik di luar maupun pada bagian dalamnya.

Begitu pun dengan cungkup yang ada di Masjid Tambora ini.  Pada tiang-tiang penahan atap cungkup, terdapat ornamen keramik berupa tegel berhias. Tegel-tegel yang menghiasi makam ini disusun secara vertikal. Adapun bentuk ornamen tegel yang berasal dari Belanda ini, berupa pemandangan alam, manusia serta binatang.

Komentar

Postingan Populer