MENYIBAK MISTERI BATU BESAR BERBENTUK SILINDER


Hampir dapat dipastikan kita bisa menemukan bahan pemanis berupa gula di setiap rumah tangga. Sebagai bagian dari sembilan bahan pokok alias sembako, gula memang menjadi bahan pokok. 

Menurut riwayatnya, gula yang diolah dari tanaman tebu telah lama dibudidayakan di wilayah nusantara. Bukan hanya budidaya menanam tebu sebagai bahan utama melainkan juga produk hasil olahannya yang berupa gula.

Tahukah Anda, bahwasanya di Jakarta dan sekitarnya tempo doeloe pernah ada tempat pembuatan gula?

*****

Riwayat gula di Jakarta dan sekitarnya tak hanya berkaitan dengan aktivitas konsumsi serta perdagangan melainkan juga tentang produksinya. 

Jauh sebelum munculnya pabrik-pabrik besar pengolah gula, di Batavia atau Jakarta dan sekitarnya telah diketahui terdapat tempat-tempat produksi gula. 

Adalah seorang pengusaha Belanda bernama Anthony Paviljoen yang konon merintis usaha pembuatan gula di Batavia. Melalui naluri bisnisnya yang kuat pada sekitar tahun 1648, dia bekerjasama dengan Poa Bing Am seorang pengusaha Tionghoa. 

Melalui kerjasama itu mereka berusaha menanam tebu dan mengolahnya menjadi industri gula di lahan-lahan yang masih kosong  di wilayah Weltevreden. Usaha mereka sukses hingga dapat memenuhi kebutuhan gula di Batavia dan bahkan mampu mengekspornya ke negeri induknya. Belanda di Eropa.

Seiring berlalunya waktu perubahan terjadi di Batavia. Pemerintah kolonial pada saat itu tidak memperbolehkan adanya kegiatan industri. Batavia menurut pemerintahan kolonial ditetapkan sebagai tempat pemerintahan, perniagaan serta pemukiman untuk orang-orang Eropa. 

Singkatnya, di Batavia tidak diizinkan untuk melakukan usaha-usaha pertanian dan industri. Dari kebijakan itulah maka usaha produksi gula berpindah tempat ke wilayah-wilayah di pinggiran kota atau ommelanden.   
Berpindahnya lokasi pembuatan gula dari pusat kota ke daerah pinggiran seperti uraian diatas, agaknya dapat dibuktikan. Hal itu terkait dengan terdapatnya batu silindrik di wilayah yang pada masa lalu merupakan daerah pinggiran Batavia. 

Batu berbentuk silindrik itu diduga kuat sebagai alat produksi gula. Lokasi dimana batu silindrik tersebut berada yakni di Jalan Jatinegara Kaum Jakarta Timur dan Jalan Maribaya, Cinere.
                                                                           
*****

Sebagai tempat yang dikeramatkan oleh sebagian masyarakat, pemakaman di sekitar masjid As-Salafiyah cukup banyak dikenal orang di Jakarta. 

Seperti umumnya pemandangan pemakaman kuno. Suasana sepi dan adem menyelimuti perasaan orang yang berkunjung ke tempat itu, lantaran juga masih rimbunnya pepohonan serta aliran air sungai Klender yang cukup tenang di sisi bagian barat lahan.

Ada satu yang menarik bila dicermati di sekitar halaman masjid As-Salafiyah yang berlokasi di Jalan Jatinegara Kaum, Jakarta Timur. Bila kita ingin memasuki cungkup makam keramat, di sebelah kanan jalan kecil atau dibawah pohon besar terdapat sebuah batu berukuran besar. Batu tersebut berbentuk seperti tabung atau silinder. Terbuat dari jenis bahan batuan granit. Berukuran panjang sekitar 80 cm dengan diameter kurang lebih 60 cm. Berdiri tegak dengan bagian sekeliling atasnya terdapat semacam bentuk gigi-gerigi. Pada bagian atasnya terdapat semacam lubang berbentuk segi delapan.

Foto 1. Batu Bentuk Silindrik di Jatinegara Kaum


Temuan batu silindrik seperti yang diuraikan diatas terdapat pula di perbatasan Jakarta Selatan dan Depok. Tepatnya di Jalan Maribaya, Pangkalan Jati, Cinere, Depok. 

Lokasi dan lingkungan dimana batu silindrik di Cinere ini berada, mirip dengan yang ada di daerah Jatinegara Kaum. Selain terdapat di pemakaman samping masjid yang masih ditumbuhi pepohonan besar, juga ada di sekitar pinggiran sungai yakni Kali Pesanggrahan. Selain lokasi temuannya yang mirip. Bentuk, ukuran dan bahan batu tersebut juga tampak sama. Perbedaannya adalah pada batu silindrik yang ada di Cinere ini terpahat tulisan Cina di sisi atasnya. Tulisan Cina yang dipahatkan itu berbunyi tian yang artinya Tuhan.
 

 
Foto 2. Batu Bentuk Silindrik di Cinere, Depok



Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya diduga kuat bahwa batu berbentuk tabung atau silindrik yang ada di dua tempat tersebut merupakan alat untuk memproduksi gula.

Sebagai bagian dari alat produksi gula, batu silindrik pada masanya dipakai sepasang atau dua buah. Bagian yang bergerigi pada bagian atas batu saling dipertemukan. Sebagai as pemutar kedua batu silindrik adalah bagian atas yang berlubang. Lubang berbentuk segi delapan itu ditempatkan sebatang kayu atau besi. 

Kegunaan kayu atau besi yang ditempatkan pada lubang tersebut adalah sebagai poros pemutar kedua batu. Untuk memutar kedua batu silindrik, kayu atau besi yang berfungsi sebagai poros pemutar tadi disematkan pada seekor kerbau. Ketika seekor kerbau jalan berputar-putar otomatis sepasang batu silindrik ikut bergerak.

Pada saat kedua batu silindrik itu berputar maka batang-batang tebu yang ingin digiling dimasukan ke tengah-tengahnya. Batang-batang tebu yang dimasukan akan tergilas dan mengeluarkan air tebu. Melalui bak penampungan air tebu dikumpulkan yang selanjutnya diolah menjadi gula (Inagurasi, 2015).
                                                                              
*****
 

Hingga kini belum dapat dipastikan apakah temuan batu silindrik di daerah Jatinegara Kaum dan Cinere tersebut merupakan in situ atau bukan. Diharapkan ada penelitian untuk mengungkap lebih jauh tentang keberadaan batu silindrik itu di masa mendatang.




Sumber Pustaka:

Inagurasi, Libra Hari            Batu Silindris dan Budidaya Tebu di Banten, Batavia, dan Sekitarnya pada Abad Ke 17-18, Naditira Widya Vo. 9 No. 1, Balai Arkeologi Banjarmasin, 2015

Husin, Huddy                     Ujung Senja Pabrik-pabrik Gula di Batavia Awal Abad Ke 18, Sosio-E-Kons, Vol. 8 No. 2, 2016.
 













Komentar

Postingan Populer