MASJID AL ALAM MARUNDA #masjidkuno
…Den 25 ditto met den dach sagen de voors, 27 praeuwen
aencomen, doch van affgeslagen volck tijdinge becomende, landen in de revier
van Marunda; sonden eenige paerden int velt omme na vorder gevolch te
vernemen, ende gaven ordre om alles van buijten in te trecken, int velt weird
volck vernomen, twelcke schenen van d’affgeslagene te wesen.
Demikian salah satu bagian
paragraf yang menyebutkan nama daerah yang disebut dengan Marunda. Bagian
paragraf itu merupakan laporan mengenai serangan yang dilakukan tentara
Kerajaan Mataram ke Batavia (kini Jakarta) melalui daerah yang disebut dengan
Marunda. Laporan bertanggal 3 November 1628 itu ditulis J.P Coen, sang Gubernur
Jenderal VOC (Heuken, 2001:51). Jadi sejak awal abad 17 daerah Marunda telah
dikenal orang.
Nama daerah Marunda yang
ada di pesisir Jakarta Utara telah lama dikenal dalam sejarah masa lalu. Pada
awal abad 16, daerah ini disebut-sebut sebagai tempat mangkalnya tentara
Kerajaan Islam Mataram dalam usahanya menyerbu VOC di Batavia. Terkait dengan
kisah tersebut sampai-sampai penduduk aslinya menyebut kata Marunda sebagai
kependekan dari markas penundaan.
*****
Buat penduduk asli di sana
Marunda tidak hanya satu. Marunda terdiri dari beberapa kampung, yakni Marunda
Sawah, Marunda Kelapa, Marunda Pulo, dan Marunda Besar. Kampung yang disebut
terakhir yaitu Marunda Besar terbagi lagi menjadi dua kampung. Marunda Kongsi
dan Marunda Empang. Keseluruhan kampung tersebut kini masuk ke dalam satu
wilayah administratif setingkat kelurahan. Kelurahan Marunda namanya.
Kelurahan Marunda termasuk
ke dalam wilayah Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Semulanya, Kelurahan
Marunda merupakan bagian dari daerah Kabupaten Bekasi. Melalui Peraturan
Pemerintah Nomer 45 Tahun 1974 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomer 151
Tahun 1975, maka sejak 1975 itulah wilayah Marunda menjadi bagian dari Provinsi
DKI Jakarta.
Lingkungan alam wilayah
Marunda merupakan tanah dataran rendah. Luas dataran tanah di wilayah ini tiap
waktu semakin lama semakin berkurang. Hal itu disebabkan karena adanya proses
pengikisan daratan alias abrasi oleh air laut. Pernah ada laporan penelitian pada
tahun 1987 yang mengungkapkan bahwasanya wilayah daratan Marunda ini telah
menyusut 20 Ha sejak terbentuknya Kelurahan marunda pada tahun 1975.
Sebagai
salah satu kampung tua di Jakarta Marunda memiliki beberapa bangunan tinggalan
masa lampau. Seperti Makam Kapiten Jonker, seorang tentara VOC yang dibunuh
karena dianggap sebagai pengkhianat; Masjid Al Alam; serta Rumah Bergaya Mandar
Sulawesi Selatan milik Haji Safiudin, seorang tokoh kaya raya yang konon pernah
dirampok oleh Si Pitung. Dalam tulisan ini hanya diuraikan tentang bangunan
Masjid Al Alam saja.
*****
Pada tahun 1970 Masjid Al
Alam Marunda atau biasa disebut juga dengan Masjid Al Auliya ditetapkan sebagai
Bangunan Cagar Budaya oleh pemerintah DKI Jakarta. Masyarakat sekitar juga
menyebut masjid ini dengan nama Masjid Si Pitung. Sebutan yang terakhir itu
bisa dimaklumi karena tidak jauh dari lokasi masjid, terdapat bangunan Rumah Si
Pitung. Alamat tepatnya bangunan Masjid Al Alam Marunda adalah di Jalan Marunda
Kelapa No.1 Marunda Cilincing, Jakarta Utara.
Gerbang Utama Masjid Al Alam Marunda (Foto: Sri Murjani) |
Masjid Al Alam Marunda
berupa komplek bangunan yang terdiri dari pendopo serta beberapa ruangan yang
diperuntukan untuk pengurus masjid. Komplek bangunan tersebut dibatasi oleh
pagar tembok sekitar satu setengah meter tingginya. Di sisi bagian timur tembok
pembatas bercat warna putih ini terdapat gerbang masuk utama ke halaman komplek
masjid yang berupa gapura.
Bagian Dalam Masjid Al Alam Marunda (Foto: Sri Murjani) |
Menurut keterangan takmir masjid yakni Bapak Koesnadi, tak
ada yang mengetahui kapan persisnya tahun pembuatan bangunan Masjid Al Alam
Marunda. Dilihat dari ciri-ciri seperti denah bangunan dan atapnya, kemungkinan
bangunan masjid ini dibangun sekitar abad 15 – 16 Masehi. Denah bangunan utama
masjid berbentuk empat persegi dengan atap tumpang berikut hiasan dekoratif di puncaknya yang biasa disebut mustoko.
Sumur Kuno yang Masih Digunakan untuk Berwudhu (Foto: Sri Murjani) |
Secara umum bangunan
masjid masih memiliki bagian-bagian aslinya. Hal itu tampak dari bentuk dan keadaan
mihrab dan mimbar saat ini. Empat buah tiang pokok atau soko guru yang menopang struktur atap bangunan tampak belum banyak
berubah. Pada bagian selatan bangunan utama masjid terdapat serambi lengkap
dengan pagar langkan yang mengelilinginya. Sebagai sarana kelengkapan, pada
masjid ini juga terdapat sumur yang masih asli diperuntukkan untuk berwudhu.
Bangunan serambi yang
terletak di selatan menyerupai sebuah pendopo. Di tempat tersebutlah banyak
orang dari luar daerah yang berziarah di tempat ini beristirahat. Mereka rebah rimpah di pendopo untuk sekadar
istirahat bahkan ada yang menginap. Mereka menziarahi makam Kakek Jami’in yang
berada di dalam komplek Masjid Al Alam Marunda.
Komentar
Posting Komentar