MINUMAN TRADISIONAL DI JALANAN JAKARTA



Panas teriknya cuaca di Jakarta mengundang dahaga yang menyebabkan orang kepingin meminum minuman yang segar-segar. Jika mampir ke warung atau supermarket untuk membeli minuman pelepas dahaga itu, dengan mudah kita temukan belasan merek minuman kemasan buatan pabrik berderet.

Jikalau pembaca kehausan di jalanan dan kebetulan ada di sekitar stasiun kereta Palmerah, Anda bisa mencoba minuman tradisional yang banyak dijajakan disekitar situ. Minuman tradisional yang dijajakan di pinggiran jalan tersebut adalah lahang atau tuak.

*****

Berperawakan kecil dan kurus ceking. Lelaki yang tampaknya berusia lewat 50 tahun ini bernama Pak Atim. Tiap hari dengan setia dia menunggui empat buah wadah terbuat dari bambu petung yang dipikulnya. Wadah yang terbuat dari bambu petung itu berisikan minuman tradisional yang biasa disebut dengan lahang atau tuak. Pak Atim yang berasal dari Jasinga, Bogor ini sudah lebih dari 6 tahun mengaku berjualan minuman lahang di Jakarta. Tepatnya di pinggiran Jalan Teuku Nyak Arif, Jakarta Selatan. Dia merupakan salah satu pedagang minuman lahang yang mudah kita temukan di pinggiran jalan tersebut. Berjejer dari Stasiun Kereta Api Palmerah hingga dekat Gedung Kompas Gramedia.
 
 
Pak Atim Pedagang Lahang di Jakarta

Selama berdagang di pinggiran Jalan Teuku Nyak Arif, dia bersama para pedagang lainnya mengontrak rumah di sekitar lokasi usahanya itu. Setiap sekitar jam 6 pagi, para pedagang lahang termasuk Pak Atim menunggu pasokan yang rutin datang ke tempat kontrakannya. Para pemasok yang berasal dari Jasinga Bogor maupun Pandeglang menjual lahang kepada mereka dengan harga dua belas ribu rupiah per liter.

Barulah kira-kira jam 8 pagi setelah menerima pasokan lahang, mereka berangkat menjajakannya ke lokasi masing-masing. Segelas ukuran besar minuman lahang dijualnya kepada pembeli seharga lima ribu rupiah. 

 *****
Keberadaan minuman tradisional berupa tuak atau lahang seperti yang dijual oleh Pak Atim tersebut sudah lama dikenal oleh masyarakat kita. Lahang adalah salah satu produksi turunan yang dihasilkan oleh pohon aren. Pohon aren atau orang di wilayah Jawa Barat menyebutnya dengan pohon kawung disebut dengan bahasa ilmiahnya sebagai Arenga pinnata. Selain dapat menghasilkan minuman berupa tuak atau lahang, banyak manfaat lainnya yang berasal dari pohon aren ini.

Melalui proses lebih lanjut, air sadapan dari pohon aren dapat dibuat gula aren, gula merah atau gula jawa. Dari buahnya orang di Jakarta menyebutnya dengan buah atap atau beluluk. Buah atap umumnya dibuat manisan. Biasanya manisan tersebut menjadi sajian di waktu hari raya lebaran.    

Manfaat pohon aren yang dapat menghasilkan banyak kebutuhan pada masyarakat kita sejak dahulu sampai-sampai terdapat naskah kuno yang menuliskan tentang pohon aren ini. Naskah kuno tersebut berisikan tentang pengetahuan atau tata cara pembudidayaan pohon aren. Dari sekian banyak naskah kuno yang menerangkan tentang budidaya pohon aren adalah naskah Babad Kawung serta Babad Kawung Galuh.   

Kedua naskah yang berasal dari sekitar akhir abad 19 yang ditulis dalam bahasa Sunda itu, kini menjadi koleksi dari Museum Nasional, Jakarta. Di dalam kedua naskah tersebut berisikan tentang jenis-jenis pohon aren atau kawung dan tata cara menanamnya. Tertulis juga dalam naskah tersebut tentang cara-cara memelihara, menyadap serta hasil yang diperoleh dari pohon aren. Selain itu terdapat pula gambaran mengenai proses pembuatan gula merah.

Ada satu hal yang menarik dalam isi naskah-naskah tersebut yakni berkaitan dengan ucapan mantera. Pada naskah tersebut diterangkan bahwasanya dalam setiap langkah atau tahapan mulai dari penanaman hingga penyadapan pohon aren harus diucapkan mantera-mantera tertentu. Ada tradisi dan kepercayaan bahwasanya dengan mengucapkan mantera-mantera tersebut diharapkan proses yang dilalui akan menghasilkan yang terbaik dan terhindar dari hal-hal yang negatif.



Pak Atim Menjajakan Minuman Lahang (Foto Koleksi Pribadi)

 











 

Komentar

Postingan Populer